Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sunda Land, Sunda Besar dan Sunda Kecil: Jejak Sejarah dan Geologi yang Menyatu dalam Istilah Sunda

Sunda Land, Sunda Besar dan Sunda Kecil: Jejak Sejarah dan Geologi yang Menyatu dalam Istilah Sunda
Peta Sundaland
WARTA PUSAKA - Sunda bukan hanya dikenal sebagai salah satu budaya di Indonesia atau sebagai nama etnis masyarakat yang tinggal di Jawa Barat. Istilah “Sunda” memiliki dimensi yang lebih luas dan mendalam dalam kajian geologi dan geografi. Dalam kajian ilmiah, istilah ini sudah dikenal secara internasional dan memiliki arti yang berbeda dibandingkan dengan penggunaan sehari-hari.

Sunda dalam Konteks Geologi dan Geografi

Prof. Dr. Koesoemadinata, Guru Besar Emeritus Geologi ITB, menjelaskan bahwa istilah Sunda dalam konteks geologi tidak ada kaitannya dengan nama etnis atau istilah politik. Pada acara “Keurseus Budaya Sunda Edisi I: Tatar Sunda tina Sawangan Geologi” yang diselenggarakan secara virtual oleh Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda Universitas Padjadjaran pada 26 Agustus 2021, Prof. Koesoemadinata memaparkan sejarah penggunaan istilah ini.

Menurutnya, nama Sunda telah dikenal sejak lama untuk merujuk pada suatu wilayah di tenggara benua Asia, jauh sebelum nama Nusantara dikenal. Ahli geografi Claudius Ptolemaeus adalah yang pertama kali menyebutkan keberadaan kepulauan bernama Sunda dalam laporan penjelajahannya pada tahun 150 Masehi. Laporan ini menjadi referensi penting bagi penjelajah Portugis saat mereka tiba di Nusantara pada 1500 Masehi. Karena kekurangan informasi, para penjelajah Portugis menyimpulkan bahwa Nusantara adalah bagian dari Sunda.

Sunda Besar dan Sunda Kecil: Konsep Geologi yang Bertahan

peta sundaland
Peta Sundaland (unpad.ac.id)
Sejak masa itu, istilah Sunda telah digunakan dalam ilmu kebumian untuk merujuk pada wilayah yang kini dikenal sebagai Indonesia. Istilah Sunda Besar (Soenda Mayor) digunakan untuk menyebut pulau-pulau besar di bagian barat, sementara Sunda Kecil (Soenda Minor) merujuk pada pulau-pulau kecil di bagian timur. Ini adalah pembagian yang masih digunakan dalam pustaka geologi hingga saat ini.

Dalam konteks geologi, istilah Sunda juga merujuk pada paparan atau landas kontinen. Indonesia memiliki dua paparan utama: Paparan Sunda di sebelah barat dan Paparan Sahul atau Arafuru di sebelah timur. Istilah lain yang terkait termasuk Sunda Island Arc, yaitu busur kepulauan yang membentang dari Sumatra hingga Timor, serta palung Sunda dan Sunda Fold, jenis pelipatan tektonik yang khas di perairan Natuna.

Prof. Koesoemadinata menekankan bahwa istilah Sunda Islands masih lebih dikenal dalam ilmu kebumian daripada istilah Indonesia Islands. Ini menunjukkan betapa mendalamnya pengaruh istilah Sunda dalam kajian geologi dan geografi.

Asal Usul Nama Sunda: Legenda dan Sejarah



Asal usul nama Sunda sendiri memiliki cerita yang menarik. Menurut ahli geologi Reinout van Bemmelen pada tahun 1949, istilah Sunda berasal dari Bahasa Sansekerta "Cuddha," yang berarti “putih.” Bemmelen mengaitkan nama ini dengan Gunung Sunda Purba, gunung api raksasa yang pernah ada di utara Bandung. Gunung ini mengalami erupsi dahsyat yang menyebarkan abu vulkanik putih ke sekelilingnya.

Wilayah sekitar Gunung Sunda Purba, yang sudah berpenduduk berdasarkan artefak yang ditemukan, disebut sebagai Negeri Putih (Cuddha) atau cikal bakal "Sunda Land." Penduduk yang tinggal di wilayah ini kemudian dinamakan “Orang Sunda.”

Istilah Sunda tidak hanya merupakan nama etnis atau budaya, tetapi juga memiliki kedalaman sejarah dan geologi yang luas. Dari penggunaan awal oleh Claudius Ptolemaeus hingga pemahaman geologis modern, Sunda Besar dan Sunda Kecil mencerminkan bagaimana istilah ini telah menjadi bagian integral dari kajian kebumian dan sejarah kawasan. Dengan pemahaman ini, kita dapat menghargai bagaimana sejarah dan ilmu pengetahuan saling berinteraksi, memberikan perspektif yang lebih kaya tentang warisan budaya dan geologi kita.

Kepulauan Sunda Besar

Kepulauan Sunda Besar
Kepulauan Sunda Besar
Kepulauan Sunda Besar merupakan salah satu kompleks gugusan pulau utama yang membentuk Kepulauan Sunda, sebuah kawasan penting dalam peta geografi dan sejarah Indonesia. Meliputi pulau-pulau besar seperti Sumatera, Jawa, Bali, dan Lombok, Kepulauan Sunda Besar menyimpan cerita panjang yang berkaitan dengan perdagangan, penjelajahan, dan pengaruh kebudayaan.

Asal Usul Nama "Sunda"

Nama "Sunda" sendiri memiliki akar sejarah yang mendalam. Istilah ini pertama kali digunakan dalam konteks geografis sekitar abad ke-4 Masehi. Kota perdagangan pesisir yang dikenal sebagai Sundapura, yang mungkin terletak di wilayah Sunda Kelapa, dianggap sebagai titik awal penggunaan istilah ini. Sundapura, yang didirikan pada masa kerajaan Tarumanagara, berperan penting sebagai pusat perdagangan dan interaksi budaya di kawasan ini.

Sundapura tidak hanya merupakan pusat ekonomi, tetapi juga titik strategis yang menghubungkan jalur perdagangan antara Asia dan pulau-pulau sekitarnya. Penamaan ini kemudian berkembang menjadi "Sunda," yang mencakup keseluruhan gugusan pulau di kawasan tersebut.

Eksplorasi dan Penjajahan Eropa

Pada masa penjelajahan dunia oleh bangsa Eropa, Kepulauan Sunda menjadi salah satu fokus utama eksplorasi dan penjajahan. Penjelajah Eropa yang datang ke kawasan ini mempengaruhi persepsi global tentang "Sunda." Istilah Sunda kemudian diserap ke dalam bahasa-bahasa Eropa, terutama dalam bahasa-bahasa Jermanik seperti bahasa Perancis dan bahasa Belanda.

Pada abad ke-14 hingga abad ke-17, istilah Sunda mulai dikenal secara luas di Eropa. Dalam bahasa Jermanik, kata *SundÄ… merujuk pada "wilayah yang dikelilingi laut," "lautan," atau "selat," secara harfiah mengacu pada Selat Sunda, yang merupakan salah satu bagian paling terkenal dari Kepulauan Sunda Besar. Dalam bahasa Perancis, Kepulauan Sunda dikenal sebagai Isles de la Sonde, yang dapat diterjemahkan secara kasar sebagai "kepulauan [tempat] eksplorasi."

Makna dan Dampak Global

Keberadaan Kepulauan Sunda Besar sebagai objek eksplorasi dan penjajahan mencerminkan pentingnya posisi geografis dan strategisnya. Sebagai pintu gerbang antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, kawasan ini telah lama menjadi jalur perdagangan utama yang menghubungkan berbagai peradaban. Penjelajahan dan penjajahan Eropa tidak hanya memperluas cakrawala pengetahuan geografis mereka tetapi juga mempengaruhi interaksi budaya dan ekonomi di seluruh dunia.

Dengan makna historis dan geografisnya, Kepulauan Sunda Besar tetap menjadi bagian penting dari warisan budaya dan sejarah Indonesia. Penamaan yang berasal dari kota perdagangan kuno dan pengaruh penjajahan Eropa mencerminkan perjalanan panjang dan kompleks kawasan ini. Saat ini, Kepulauan Sunda Besar bukan hanya dikenal sebagai bagian dari Indonesia tetapi juga sebagai simbol dari pertukaran budaya global dan sejarah yang kaya.

Kepulauan Sunda Kecil

Kepulauan Sunda Kecil
Kepulauan Sunda Kecil
Kepulauan Sunda Kecil, yang kini lebih dikenal dengan nama Kepulauan Nusa Tenggara, merupakan sebuah gugusan pulau yang terletak di sebelah timur Pulau Jawa. Memanjang dari Pulau Bali di barat hingga Pulau Timor di timur, kepulauan ini menyimpan kekayaan sejarah dan keanekaragaman geologi yang menarik. Artikel ini akan mengupas secara mendalam tentang kepulauan ini, mulai dari etimologi namanya hingga kompleksitas geologinya.

Asal Usul Nama dan Sejarah Awal

Penggunaan istilah Sunda untuk merujuk pada wilayah di Indonesia memiliki akar sejarah yang panjang. Dalam catatan geografi dari abad ke-2 Masehi, ahli geografi Romawi Claudius Ptolemaeus mencatat adanya kepulauan yang dinamai Sunda di timur India. Nama ini kemudian menjadi acuan bagi bangsa Portugis ketika mereka menjelajahi wilayah Nusantara pada abad ke-16. Portugis membagi wilayah ini menjadi dua: Soenda Mayor (Sunda Besar) untuk pulau-pulau barat yang lebih besar dan Soenda Minor (Sunda Kecil) untuk pulau-pulau timur yang lebih kecil.

Pada awal kemerdekaan Indonesia, kepulauan ini dikenal sebagai Provinsi Sunda Kecil. Namun, pada tahun 1954, nama ini diubah menjadi Provinsi Nusa Tenggara, yang berarti "kepulauan di tenggara". Perubahan nama ini diinisiasi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Moh. Yamin, dan saat ini Nusa Tenggara mencakup dua provinsi administratif: Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Geologi dan Letak Tektonik

Secara geologis, Kepulauan Sunda Kecil terbagi menjadi dua bagian yang berbeda. Kepulauan utara, yang meliputi Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, dan Wetar, terbentuk dari aktivitas vulkanik yang dimulai pada kala Pliosen sekitar 15 juta tahun yang lalu. Aktivitas vulkanik ini terjadi akibat tabrakan antara Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia. Beberapa gunung api di kawasan ini, seperti Gunung Rinjani di Lombok, masih aktif hingga kini.

Sebaliknya, Kepulauan Selatan, yang mencakup pulau-pulau seperti Sumba, Timor, dan Pulau-Pulau Babar di Maluku Barat Daya, tidak merupakan pulau vulkanik. Pulau-pulau ini berada pada Lempeng Indo-Australia dan memiliki kondisi geologi yang berbeda dibandingkan dengan kepulauan utara. Kepulauan Selatan menunjukkan fitur-fitur geologis yang lebih mirip dengan bagian selatan Kepulauan Maluku.

Perubahan Geologis dan Keberadaan Gunung Api

Kepulauan Nusa Tenggara terletak di pertemuan antara dua busur tektonik besar: Busur Sunda dan Busur Banda. Di bagian timur Busur Sunda, terjadi perubahan sistem konvergensi yang mengarah pada kolisi antara lempeng benua dari Lempeng Indo-Australia dengan Busur Banda. Fenomena ini menyebabkan pembentukan rangkaian gunung api di pulau-pulau utara, sementara pulau-pulau selatan tidak memiliki rangkaian gunung api aktif.

Beberapa gunung api terkenal di Kepulauan Nusa Tenggara meliputi Gunung Agung di Bali, Gunung Rinjani di Lombok, dan Gunung Tambora di Sumbawa. Gunung Tambora, misalnya, dikenal karena letusannya yang dahsyat pada tahun 1815 yang merupakan salah satu letusan vulkanik terbesar dalam sejarah.

Keberagaman Pulau

Kepulauan Sunda Kecil terdiri dari banyak pulau yang memiliki karakteristik unik. Di Nusa Tenggara Barat, terdapat Pulau Bali, Nusa Penida, dan Lombok. Di Nusa Tenggara Timur, terdapat pulau-pulau seperti Flores, Komodo, dan Timor, yang juga mencakup bagian dari negara Timor Leste. Masing-masing pulau ini memiliki daya tarik tersendiri, mulai dari keindahan alam hingga kekayaan budaya.

Pulau Komodo, misalnya, terkenal dengan Komodo Dragon, spesies kadal terbesar di dunia, sementara Pulau Flores dikenal dengan keindahan alamnya serta situs arkeologi yang penting, seperti Gua Liang Bua yang merupakan lokasi penemuan Homo floresiensis, spesies manusia purba.

peta nusantara jaman belanda
Peta kolonial Belanda Tahun 1840, masih ada istilah 'Kepulauan Sunda'
WARTA PUSAKA terus mengupas dan mengedukasi tentang kekayaan sejarah dan geologi yang membentuk pemahaman kita tentang wilayah ini, memadukan informasi ilmiah dengan kekayaan budaya yang ada.***

Sumber: UNPAD.ac.id, Wikipedia


Search keywords: Sunda Besar,Sunda Kecil,Istilah Sunda,Geologi Sunda,Sejarah Sunda,Paparan Sunda,Sunda Island Arc,Gunung Sunda Purba,Claudius Ptolemaeus,Paparan Sahul,Istilah Nusantara,Ilmu Kebumian,Negeri Putih (Cuddha),Landas Kontinen Sunda,Pusat Digitalisasi Budaya Sunda,Kepulauan Sunda Kecil,Kepulauan Nusa Tenggara,Pulau Bali,Pulau Timor,Provinsi Nusa Tenggara,Geologi Kepulauan Nusa Tenggara,Gunung Rinjani,Gunung Agung,Gunung Tambora,Pulau Flores,Pulau Komodo,Kepulauan Maluku,Pulau Sumba,Tektonik Lempeng,Vulkanik,Busur Sunda,Busur Banda,Lempeng Indo-Australia,Sejarah Kepulauan Sunda Kecil,Kepulauan Timor Leste,Hindia Belanda,Garis Wallace,Kepulauan Babar,Pulau Sumbawa,Pulau Wetar,Kepulauan Sunda Besar,Kepulauan Sunda,Sundapura,Sunda Kelapa,Kerajaan Tarumanagara,Penjelajahan Eropa,Sejarah Kepulauan Sunda,Selat Sunda,Isles de la Sonde,Perdagangan Pesisir Sunda,Pengaruh Budaya Sunda,Gugusan Pulau Indonesia,Sejarah Sunda dalam Bahasa Eropa,Penjajahan Eropa di Asia Tenggara,Kota Perdagangan Kuno Sunda,